21.5.07

Membangun Sosialisme Abad Ke-21 Di Venezuela

Michael A. Lebowitz

Seperti Karl Marx yang bersedia mengubah pandangannya setelah melihat cahaya Paris Komune (Paris Commune), kita harus berpikir tentang sosialisme saat ini dengan melihat pengalaman abad ke-20.

Kita membutuhkan pemahaman, agar sosialisme di abad ke-21, tidak akan mencetak masyarakat yang statis atau masyarakat berbasis negara. Dimana keputusan yang diambil bersifat top-down (dari atas ke bawah), dan dimana seluruh inisiatif adalah milik para pejabat negara atau para kader yang mereproduksi sendiri kepeloporan (cadres of self-reproducing vanguards). Tepatnya, karena sosialisme fokusnya pada pengembangan kemanusiaan, maka penekanannya adalah pada kebutuhan akan sebuah masyarakat yang demokratis, partisipatoris, dan berkarakter. Sebuah masyarakat, yang keseluruhannya didominasi oleh negara yang sangat berkuasa, pasti tidak akan menghasilkan keberadaan manusia yang nantinya akan menciptakan sosialisme.

Untuk alasan yang sama, sosialisme bukanlah populisme. Sebuah masyarakat dimana rakyat melihat negara, menyediakan kepada mereka sumberdaya-sumberdaya beserta jawaban atas seluruh masalah yang dialaminya. Sistem seperti ini, juga tidak akan mempercepat pengembangan kapasitas manusia; selebihnya akan meninggalkan rakyat yang memandang negara sebagai sumber jawaban dan juga pemimpin yang menjanjikan semuanya.

Lebih lanjut, sosialisme bukanlah totalitarianisme. Tepatnya, karena keberadaan manusia berbeda-beda dan memiliki kepentingan dan kemampuan yang berbeda, perkembangan mereka per definisi membutuhkan pemahaman dan penghormatan bagi kepelbagaian itu. Baik negara atau komunitas, tidak memiliki hak untuk memaksakan persatuan dalam aktivitas produksi, pilihan-pilihan konsumsi atau gaya hidup yang mendukung kebangkitan dari apa yang dikatakan Marx sebagai persatuan berdasarkan atas pemahaman yang berbeda (unity based upon recognition of difference).

Selain itu, kita membutuhkan pemahaman, karena sosialisme bukanlah pemujaan atas teknologi—–sebuah penyakit yang melanda Marxisme dan yang di Uni Soviet termanifestasikan dalam wujud pabrik-pabrik besar, pertambangan, dan pertanian-pertanian kolektif untuk mengamankan asumsi skala ekonomi. Sebaliknya, kita harus mengakui bahwa perusahaan kecil mungkin menjanjikan kontrol demokratik yang lebih besar dari bawah (yang berarti pengembangan kapasitas produser) dan mungkin juga lebih ramah lingkungan sehingga bisa melayani kebutuhan masyarakat.

Kita mesti belajar dari pengalaman abad ke-20. Kini kita mengetahui bahwa keinginan untuk membangun masyarakat yang baik untuk rakyat tidaklah mencukupi— Anda harus bersiap untuk keluar dari logika kapital jika ingin membangun dunia yang lebih baik. Dan, kita tahu, sosialisme tidak bisa direalisasikan dari atas melalui usaha-usaha dan instruksi-instruksi (tutelage) oleh para pelopor, yang mengambilalih seluruh inisiatif dan tidak percaya terhadap kemampuan massa.

“Kelas pekerja,” demikian Rosa Luxemburg dengan bijaksananya mengatakan, “membutuhkan hak untuk menciptakan sendiri kesalahan-kesalahannya dan belajar pada dialektika sejarah."

Ketika kita memulai dari tujuan sebuah masyarakat yang terbebas dari seluruh potensi-potensi keberadaan kemanusiannya dan memahami bahwa jalan untuk mencapai tujuan itu tak dapat dipisahkan dari kemampuan diri rakyat, maka kita bisa membangun sebuah masyarakat manusia yang sejati.

Saya mengusulkan, dan pada kenyataannya, banyak pelajaran dari abad ke-20 yang bisa dipelajari, dimana hal itu tercermin dalam Konstitusi Bolivarian (Bolivarian Constitution). Dalam pasal 299 dinyatakan negara “menjamin seluruh pengembangan kemanusiaan.” Dalam deklarasi pasal 20 tertuang “setiap orang memiliki hak untuk bebas (laki dan perempuan) mengembangkan dirinya sendiri.” Lebih fokus lagi adalah pasal 102 yang menyatakan “pengembangan potensi kreatif seluruh keberadaan manusia dan tindakan penuh - laki maupun perempuan – dirinya dalam sebuah masyarakat demokratik.” Dalam artikel 62 dinyatakan, partisipasi oleh rakyat adalah “dibutuhkan untuk mendorong keterlibatannya dalam menjamin perkembangan mereka selengkapnya, baik secara individual maupun secara kolektif,” dalam mengidentifikasi perencanaan demokratik dan anggaran partisipatif di seluruh tingkatan masyarakat. Dan lebih fokus lagi pada pasal 70 yang menyatakan bahwa “manajemen sendiri, manajemen bersama, koperasi dalam semua bentuk” sebagai contoh “bentuk-bentuk asosiasi dipandu oleh nilai-nilai kerjasama yang saling menguntungkan dan solidaritas,” dimana kewajibannya dicatat dalam pasal 35, “kebajikan solidaritas, tanggung jawab sosial dan bantuan kemanusiaan, baik oleh pejabat pemerintah maupun oleh individu-individu swasta menurut kemampuannya.” Seluruh yang tertuang dalam Konstitusi Bolivarian ini merupakan elemen-elemen sosialisme abad ke-21 dalam bentuknya yang ideal.

Perjuangannya sekarang adalah bagaimana menjadikannya sebuah kenyataan.***

Michael A. Lebowitz adalah profesor emeritus bidang ekonomi di Simon Fraser University, Burnaby, British Columbia, Canada. Ia juga adalah penulis buku "Beyond Capital: Marx's Political Economy of the Working Class" (Palgrave Macmillan, 2003), dan memenangkan penghargaan Deutscher Memorial Prize, 2004

Diterjemahkan oleh Coen Husain Pontoh dari judul asli
"Building Socialism of the 21st Century in Venezuela." Sumber: http://www.venezuealanalysis.com, Friday, 29 Juli 2005.


No comments: