4.12.06

Militer Venezuela: Terbentuknya Sebuah Penyimpangan

Marta Harnecker

Di bawah kepemimpinan Hugo Chavez FrÌas, seorang mantan pejabat militer, sebuah "proses revolusioner Bolivarian" tengah berlangsung di Venezuela, terutama sejak Chavez memenangkan pemilu presiden pada 1998. Ketika perubahan progresif yang genuin tengah berlangsung, Chavez selain dibenci negara-negara kaya dan berkuasa, "revolusi Bolivarian" ini juga ditolak oleh beberapa kalangan kiri. Penyebabnya, tak lain karena revolusi ini dipimpin oleh seorang perwira militer dan karena militer memainkan peran signifikan dalam proses perubahan tersebut. Selain itu, militer juga memainkan peranan penting pada sejumlah lembaga-lembaga negara serta perencanaan pemerintah.

Alasan bagi penolakan ini adalah standar kebijaksanaan kiri bahwa militer adalah bagian integral dari mesin penindas negara borjuis. Militer selalu dan pasti dipengaruhi oleh ideologi borjuis, dan oleh karena itu tidak layak memainkan peran revolusioner dalam masyarakat kapitalis. Tetapi, mungkin ini adalah sebuah penafsiran yang mekanistik. Adalah lebih baik jika kita menghindari generalisasi dan menganalisa militer di setiap negara dalam realitas khusus kita. Jika kita mengambil pendekatan ini, kita lihat bahwa militer Venezuela tidak memainkan peran negatif. Selama lebih dari empat tahun dimana militer menduduki ruang-ruang kunci dalam kancah perpolitikan Venezuela, mereka membela keputusan-keputusan yang dibuat secara demokratik oleh rakyat Venezuela. Mereka juga merupakan aktor dominan dalam mendukung Chavez kembali ke tampuk kekuasaan setelah dikudeta pada April 2002 oleh sekelompok perwira tinggi senior - banyak di antara mereka menemukan dirinya sebagai tentara yang tidak memimpin - tunduk mendahului kepentingan-kepentingan utama dalam percobaan kudeta.(1)

Di samping itu, personil militer juga memimpin proyek-proyek sosial yang penting yang diorgansir oleh pemerintah. Mereka ditempatkan berdasarkan kemampuan kerjanya, keahlian teknisnya, dan pengetahuan organisasi guna melayani sektor-sektor miskin dalam masyarakat. Yang paling penting adalah tanggung jawab mereka dalam menyukseskan Plan Bolivar 2000, sebuah program yang bertujuan meningkatkan standar hidup kelompok miskin, melalui, di antara hal-hal lainnya, membersihkan jalan dan sekolah, meningkatkan kelestarian lingkungan untuk memerangi penyakit endemik, dan memperbaiki infrastruktur sosial baik di perkotaan maupun di pedesaan. Tujuan dari Plan adalah menemukan solusi terhadap permasalahan-permasalahan sosial seperti pengangguran dan menggabungkan (incorporating) organisasi-organisasi komunitas dalam usaha bersama memecahkan masalah yang ada.

Juga penting dicatat, Plan ini baru digelar pada tahun pertama Chavez berkuasa. Tahun-tahun, ketika ia harus menghadapi kekuatan-kekuatan yang sangat tidak menguntungkannya(2). Sebagian besar dari para gubernur dan walikota adalah anggota kelompok oposisi, dan pada saat yang sama Kongres Nasional dan Mahkamah Agung juga berseberangan jalan dengannya(3).

Dengan perimbangan kekuatan yang timpang itu, kader-kader politik Chavez memutuskan bahwa tugas pertama dan mendesak adalah dalam lapangan politik yakni, menuntut amandemen konstitusi agar memungkinkannya dalam menerapkan mandat popularnya dan serangkaian dengannya, melakukan pemilihan untuk memperbarui mandat tersebut.

Kemenangan Chavez adalah hasil dari harapan rakyat yang sangat tinggi, dan karena itu secepatnya dibutuhkan tindakan-tindakan untuk segera memenuhi aspirasi-aspirasi rakyat. Satu-satunya aparatus yang memiliki struktur nasional dan layak untuk menjalankan misi presiden Chavez (di samping gereja Katolik) adalah militer.

Angkatan darat Venezuela, khususnya perwira-perwira muda, melaksanakan tugas-tugasnya dalam memmbangun kembali masyarakat dengan sangat antusias. Mereka terlibat langsung dengan problem-problem yang diderita oleh kelompok yang sangat miskin dan secara mendalam terlibat dalam penyelesaian masalam-masalah rakyat miskin. Perwira-perwira militer ini kini merupakan sektor yang sangat radikal dalam proses revolusi Bolivarian.

Gejala peran aktif militer di Venezuela ini, tidak umum terjadi di kawasan Amerika Latin. Hal ini menimbulkan pertanyaan: "mengapa militer Venezuela memberikan dukungan yang kuat terhadap proses transformasi sosial besar-besaran dan juga terlibat aktif dalam penyelesaian masalah-masalah rakyat miskin?" Analisis selanjutnya didasarkan pada wawancara-wawancara terkini dengan sembilan perwira angkatan darat Venezuela. Wawancara dan analisis ini kini telah diterbitkan dalam sebuah buku: "Venezuela: Militares Junto al Pueblo." (4).

Terdapat sejumlah faktor yang membedakan personil militer Venezuela dari rekan-rekannya di kawasan Amerika Latin lainnya. Pertama, militer Venezuela sangat dipengaruhi oleh filosofi Simon Bolivar, figur paling terhormat di Amerika Latin dalam perjuangan pembebasan nasional dari penjajahan Spanyol. Meskipun Bolivar tidak pernah berbicara tentang perjuangan kelas, ia menuntut agar perbudakan segera dihapuskan dan dalam karya-karyanya ia selalu menunjukkan keberpihakannya pada kepentingan rakyat banyak. Sumbangan terbesarnya, mungkin adalah pemahamannya tentang pentingnya integrasi Amerika Latin. Ia sedari awal telah mengerti bahwa negaranya tidak akan memiliki masa depan kecuali mereka bergabung dalam perjuangan melawan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Setelah dua dekade abad ke-19 ia meramalkan bahwa "atas nama kebebasan, Persatuan Negara-negara Amerika Utara tampaknya telah ditakdirkan melalui pelestarian wabah kemiskinan." Bolivar juga percaya bahwa demokrasi mengandung sebuah sistem politik yang memberikan kebahagiaan tertinggi kepada rakyat. Menurut Bolivar, tak ada militer yang ingin menggunakan senjatanya dengan maksud menentang rakyat.

Kedua, sebelum generasi Hugo Chavez, sebagian besar perwira militer memperoleh latihan tidak hanya dalam sekolah-sekolah Amerika (di Amerika Serikat) yang keji dan brutal tapi, juga dilatih di Akademi Militer Venezuela. Pada 1971, di bawah rencana Andres Bello Plan, akademi militer mengalami perubahan secara radikal, dengan menempatkan statusnya sejajar dengan universitas. Dengan adanya perubahan ini, kader-kader militer diharuskan belajar ilmu politik dan membaca tulisan tentang demokrasi dan tentang realitas Venezuela. Dalam kelas strategi militer, mereka mempelajari Clausewitz, strategi-strategi militer Asia dan strategi militer Mao Zedong. Para mahasiswa ini acapkali melanjutkan pendidikannya ke universitas untuk mengambil spesialisasi dan bertukar pengalaman dengan mahasiswa-mahasiswa lain yang non militer. Jika beberapa dari mereka belajar ke Amerika Serikat, mereka telah dibentengi dengan gagasan-gagasan progresif.

Ketiga, perwira militer generasi Chavez ini, tidak pernah menghadapi kekuatan gerilya yang besar sebagaimana militer di negara Amerika Latin lainnya. Sebaliknya, ketika dilatih pada 1970an, saat itu militer Venezuela dalam seluruh tindakannya bersifat pasif dan hanya ada sedikit sel-sel gerilya yang aktif. Ketika tentara melakukan patroli di wilayah pertanian di perbatasan, apa yang mereka temukan bukanlah sebuah kekuatan gerilya melainkan kemiskinan. Mereka melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa terdapat kesamaan ideologi di kalangan elite Amerika Latin - bahwa rakyat miskin menjadi semakin miskin karena mereka pemabuk, karena mereka tidak memiliki inisiatif atau tidak mau bekerja, karena mereka bodoh - sebuah kepercayaan yang salah. Para prajurit ini mulai memahami bahwa di balik kemiskinan tersebut berdiri tegak oligarki yang menumpuk kekayaan bangsanya, yang bersama Amerika Serika terus menyebarkan kebijakan-kebijakan yang menyebabkan pembiakan kemiskinan di seluruh negeri.

Keempat, tidak ada diskriminasi dalam tubuh angkatan darat Venezuela; setiap orang berpeluang merengkuh pangkat tertinggi. Juga tidak seperti di negara lain, di Venezuela tidak ada kasta dalam militer. Sebagian besar dari pejabat-pejabat militer senior adalah anak miskin perkotaan dan dari keluarga petani; dan berdasarkan pengalamannya mereka tahu bahwa rakyat menjalani kehidupan yang sulit setiap harinya. Tentu saja, tidak berarti karena mereka berasal dari keluarga yang sederhana, mereka kebal terhadap kooptasi oligarki melalui sebuah manuver yang canggih, khususnya ketika secara tak terelakkan terjalin hubungan di antara oligarki tersebut dengan pejabat militer yang berpangkat tinggi. Beberapa perwira militer lupa dengan asal-usul sosialnya dan kemudian takluk di bawah kepentingan kelas dominan.

Kelima, faktor yang berdampak pada generasi Chavez ini adalah pergolakan sosial yang terjadi pada 27 Februari 1989. Pergolakan ini bertujuan untuk menolak langkah-langkah paket kebijakan ekonomi neoliberal yang dipaksakan oleh pemerintahan Carlos Andres Perez, yang antara lain, harus mengurangi belanja publik, deregulasi harga, liberalisasi perdagangan, promosi investasi asing, dan privatisasi perusahaan-perusahaan milik negara. Penyebab utama pemberontakan rakyat itu adalah meningkatnya biaya transportasi umum yang dipicu oleh tinggi harga bensin. Rakyat dari keluarga miskin turun ke jalan-jalan dan mulai membakar bis, menjarah pusat perbelanjaan, dan menghancurkan toko-toko dan supermarket. Militer pun datang untuk mengembalikan "ketertiban." Pemberontakan yang kemudian dikenal dengan istilah "Caracazo," karena tempatnya berlokasi di pusat ibukota (walaupun pergolakan yang sama juga terjadi di beberapa kota lainnya) berakhir dengan sebuah pembantaian besar-besaran.(5) Peristiwa ini menjadi sangat penting dalam membentuk kesadaran politik baru di kalangan perwira-perwira yunior.

Keenam, bahkan sebelum Caracazo, kesenjangan kemakmuran yang sangat luar biasa di Venezuela, kesenjangan yang diperkuat oleh perilaku korupsi telah menghalangi negara itu untuk menyelesaikan masalah-masalah sosialnya, meskipun boom minyak sanggup mendatangkan keuntungan yang sangat besar. Kondisi ini memunculkan dalam tubuh militer sebuah arus perubahan yang bergerak menentang kemapanan (status quo). Pada Desember 1982, arus ini berkembang menjadi sebuah gerakan bawah tanah yang disebut Movimiento Bolivariano Revolucionario 200 dan pertama-tama berkembang dalam internal militer dan akhirnya menjangkau sektor sipil.

Gerakan ini memperoleh inspirasi dari tiga sumber utama: Simon Bolivar, Simon Rodriquez, and Ezequiel Zamora. Kita telah membicarakan tentang sosok Bolivar. Simon Rodriquez adalah guru dan teman Bolivar, seorang pendidik yang baik dan pembaru yang gigih membela keaslian Amerika Latin yang multietnik. Ia berpendapat, dibutuhkan pengintgrasian masyarakat adat dan budak hitam ke dalam masyarakat masa depan benua tersebut. Rodriquez adalah seorang penganjur utama bagi diciptakannya lembaga-lembaga asli untuk disesuaikan dengan dunia kita sendiri, dan ia menolak peniruan solusi-solusi Eropa, dengan meyakinkan bahwa, "Kita harus mencipta atau kita keliru." Sedangkan Ezequiel Zamora adalah seorang jenderal liberal yang berjuang menentang konservatisme selama perang federal pada 1850. Ia juga mendorong perjuangan sampai mati menentang oligarki dan pembagian tanah kepada petani hanya berdasarkan kemurahan hati tuan tanah.

Caracao mempercepat rencana Movimiento muda, dan tiga tahun kemudian, pada 4 Februari 1992, diorganisirlah sebuah pemberontakan militer melawan presiden Perez. Tetapi gerakan ini berakhir dengan kegagalan. Namun demikian, dari gerakan ini lahirlah seorang Hugo Chavez Frias, yang saat itu berpangkat letnan kolonel dan merupakan pemimpin utama Movimiento, sebagai pusat dari seluruh pertunjukan teater nasional bangsanya. Pemimpin yang kharismatik hanya membutuhklan dua menit tayang di televisi untuk mencatatkan personalitasnya ke dalam pikiran rakyat. Dalam ruang yang singkat itu, ia menyampaikan pertanggungjawabannya atas peristiwa tersebut dalam sebuah negara dimana tak ada pemimpin lainnya sebelum dirinya, yang menyerap sikap yang demikian memesona. Ia menyerukan kepada para pemberontak untuk menyerah tapi, ia menekankan dalam bahasa yang masyhur, "Waktunya akan tiba!" Ini adalah pesan yang jelas kepada rakyat bahwa ia tidak menyerah dalam perjuangan. Terima kasih kepada sikapnya ini karena ia telah membangun opini positif di kapangan rakyat sekelilingnya, di sebuah negara dimana skeptisisme politik dan para politisi gadungan bertebaran di masyarakat, termasuk kelas menengah.

Komitmen awal Chavez ini telah meratakan jalan bagi kemenangannya dalam pemilu presiden pada 1998. Dalam pemilu ini, ia diterima baik oleh banyak temannya di militer, yang menjadikan militer Venezuela menjadi unik - karena kini mereka dalam posisi yang diuntungkan dalam menyelesaikan tugas-tugas pemerintahan baru. Sambil jalan, militer terus memperbaiki kebanggaannya dan mengatasi prasangka negatif yang tertanam akibat peristiwa Caracazo. Dengan dukungan Chavez dan program-programnya, militer diperkenankan untuk mempraktekkan apa yang mereka pelajari di sekolahnya. Dari pengalaman praktek itulah mereka lalu bertransformasi dari pendukung oligarki menjadi pembela sistem demokrasi.

Di banyak negara Amerika Latin, setiap usaha untuk melakukan transformasi sosial yang besar harus berhadapan dengan keberadaan hukum yang sangat kompleks, dimana tujuannya adalah melindungi sistem tersebut dari setiap perubahan yang berdampak pada kepentingan kelas berkuasa. Untuk menghancurkan penghalang ini guna terjadi perubahan di Venezuela, tugas pertama dari pemerintahan yang baru terpilih adalah mengumumkan sebuah proses demokratik untuk mengubah aturan main warisan masa lalu dan terbukti berdampak pada negara baru. Aturan main yang baru itu berupa sekumpulan institusi yang memungkinkan perubahan sosial terjadi. Maka sebuah Dewan Konstitusi pun dibentuk pada 1999 dengan beranggotakan 131 orang. Dewan ini akan bekerja selama enam bulan dan akhirnya mengusulkan sebuah rancangan bagi konstitusi baru, yang kemudian disetujui oleh mayoritas lebih suara (129 suara). Rancangan ini kemudian diusulkan kepada rakyat Venezuela, dimana hasilnya 70 persen menyatakan setuju.

Konstitusi baru ini berpusat pada keadilan sosial, kebebasan, partisipasi politik rakyat, perlindungan terhadap warisan nasional (yang berdampak, oposisi terhadap neoliberalisme), dan memperkukuh kedaulatan nasional Venezuela. Prinsip kesamaan di bawah hukum termasuk masyarakat adat, dimana kini mereka memiliki hak untuk mempertahankan dan mengembangkan etnisnya, identitas budaya, nilai-nilai, kepercayaan spiritual, dan tempat-tempat suci, termasuk praktek-praktek pemujuaannya. Mungkin aspek yang terpenting dari pengalaman penyusunan konstitusi ini adalah bahwa inlah "Magna Charta" yang memperkenalkan konsep tentang kedaulatan rakyat.

Seluruh warga negara laki-laki dan perempuan, memiliki hak untuk bebas berpartisipasi dalam peristiwa-peristiwa publik, apakah langsung atau melalui perwakilan mereka yang terpilih, laki-laki atau perempuan. Penerapan partisipasi rakyat dan kontrol terhadap administrasi publik dibutuhkan untuk menjamin secara penuh pembangunan kolektikf dan individu. Negara menjamin dan masyarakat bertugas menyumbang bagi terbukannya jalan untuk kondisi-kondisi yang lebih baik dalam prakteknya.

Selanjutnya konstitusi menyatakan, "pemilih memiliki hak untuk menerima dari perwakilan publik mereka laporan yang transparan secara periodik mengenai apa yang mereka kerjakan, dimana program itu harus ditindaklanjuti kepada publik." Pemilih secara empatik menuntut penghormatan kepada bangsa dan kedaulatannya, lebih jelasnya menolak pangkalan militer asing. Itu juga berarti deklarasi tentang kebutuhan bagi sistem peradilan yang benar-benar netral, penyelenggaraan keadilan tanpa harus diusulkan kepada pemimpin lembaga peradilan atau birokrat. Dalam kasus masyarakat adat, otoritas mereka diakui melalui penerapan hukum-hukum lokal di basis di mana mereka memiliki kepercayaan tradisional yang diwariskan, mengikuti aturan main mereka, agar mereka tidak bertentangan dengan konstitusi. Hakim harus dipilih setelah melalui proses seleksi berdasarkan kepantasan seluruh partisipan. Oleh karenanya hukum harus menjamin partisipasi seluruh warga negara dalam proses pemilihan dan penentuan nama hakim. Eksekutif nasional bertugas memberikan laporan tahunan kepada dewan tentang politik, ekonomi, sosial dan aspek-aspek administratif dalam pekerjaannya. Deputi juga harus melaporkan kembali kepada pemilih mereka dan menjawab pertanyaan mereka, sehingga rakyat memiliki kontrol permanen walaupun pemilu telah berakhir.

Di samping tiga cabang kekuasaan pemerintahan (eksekutif, legislatif dan yudikatif), konstitusi juga menciptakan dua cabang lainnya: kekuasaan warganegara dan kekuasaan elektoral. Yang pertama diterapkan melalui Republican Ethics Council, terdiri dari People's defender, Jaksa Penuntut Umum dan general comptroller of the republic. Dewan Nasional harus disetujui oleh anggota. The peopleís defender bertanggung jawab atas promosi, pertahanan, dan kontrol serta jaminan bagi ditegakkannya konstitusi melalui pengakuan warga negara secara kolektif atas kepentingan sebagian. Kekuasaan elektoral ditegakkan melalui Dewan Pemilu Nasional (National Electoral Council), yang bertindak secara arbitrer untuk mengontrol pemilu dan menjamin transparansi pelaksanaannya.

Konstitusi ini merupakan sekutu terbesar revolusi Chavez. Ini karena, sebagaimana yang kita lihat, militer Venezuela menjalankan secara serius tugasnya untuk membela apa yang diputuskan rakyat secara demokratis. Sekali militer berkomitmen untuk membela konstitusi, seterusnya ia akan berkomitmen untuk membela perubahan yang dilakukan Chavez. Dengan demikian, perubahan dan konstitusi baru itu adalah sejajar. Ketika militer garis lama mencoba menggerakkan kudeta melawan Chavez pada 2002, Jenderal Baduel, seorang yang secara tegas mengajurkan militer untuk menghormati aturan main hukum, berhasil menggunakan otoritasnya berdasarkan konstitusi baru untuk menolak perintah yang diberikan oleh komandannya yang memberontak. Konstitusi yang sama juga digunakan oleh perwira yunior dan prajurit ketika mereka mengorganisir perlawanan menentang kudeta dan tekanan komandan mereka dari bawah untuk bergabung dalam barisan kudeta.

Kita bisa mencatat dua point terakhir untuk usaha kita menjelaskan keunikan militer Venezuela. Program ekonomi Chavez adalah sebuah program yang berwatak nasionalistik. Program ini jelas berlawanan dengan kebijakan neoliberal, globalisasi yang berorientasi asing. Ia sebaliknya bertujuan memajukan investasi nasional dan pembangunan lokal. Program ini juga bertentangan dengan privatisasi di sektor minyak, dan mencoba memberikan prioritas bagi penyelesaian-penyelesaian yang diderita oleh bagian termiskin dari masyarakat. Lebih dari itu, keseluruhan program ini sangat cocok dengan pekerjaan militer yakni, pembela kedaulatan dan kemakmuran nasional. Inilah yang membuat kita mudah untuk memahami mengapa aksi-aksi menentang Chavez - pemogokan oleh pekerja lapisan menengah dan sabotase produksi minyak - berhasil digagalkan secara masif oleh angkatan darat. Seterusnya momen tersebut digunakan militer untuk mengonsolidasikan dukungannya kepada program-program Chavez.

Akhirnya, yang tak kalah pentingnya adalah kharisma personal Chavez sendiri yang sulit diperkirakan. Chavez merupakan inspirasi terbesar yang mendatangkan kekaguman dan rasa cinta di kalangan prajurit-prajurit angkatan darat. Dirinya, baiknya secara legal dan emosional adalah komandan tertinggi mereka. Selama kudeta April 2002, tepatnya pada jabatan dan ingatan tentara - dimana ia bertemu dengan para pengunjungnya dari penjara ke penjara, dari Tiuna ke kepulauan Orchila, tempat terakhir ia dipenjara - ia berhasil memperlihatkan daya juangnya yang mengagumkan.

Bersama dengan rakyat dan kerapkali atas dorongan mereka, militer Venezuela merupakan sedikit dari militer di Amerika Latin, yang mampu bertindak secara matang. Dan dalam proses ini, mereka merasa sederajat dalam menghadapi tantangan luar biasa yang dihadapi oleh kaum revolusioner Bolivarian.***

La Havana, 1 April 2003

Catatan kaki:
(1) Tak banyak yang tahu bahwa hanya perwira-perwira senior yang memiliki posisi riil seperti komandan staf umum angkatan darat Ramirez PÈrez dan komandan umum angkatan darat Vasquez Velasco, yang terlibat dalam kudeta ini. Beberapa jenderal menolak mendukung kudeta, jumlah mereka sekitar 200 hingga 8.000 perwira (jenderal, admiral, kolonel, letnan kolonel, dan perwira rendah). 80 persen perwira komando berpartisipasi dalam Plan untuk menyelamatkan Chavez.
(2) Plan ini diumumkan secara terbuka pada 27 Februari 1999, sepuluh tahun setelah Caracazo.
(3) Pemilihan gubernur dan walikota dilaksanakan setahun sebelum pemilihan presiden.
(4) Marta Harnecker, "Militares Junto al Pueblo," Vadell hnos.,Caracas, 2003. Liha versi Inggrisnya dalam www.rebelion.org/harnecker.htm.
(5) Jumlah kasus sebenarnya tidak diketahui. Sejumlah pejabat pemerintahan mengakui bahwa sekitar 372 orang mati terbunuh tapi, organisasi hak asasi manusia mencatat lebih banyak lagi yakni, 5.000.

*Marta Harnecker adalah Direktur of the centro de Investigaciones Memoria Popular Lationamericana (MEPLA) di Havana, Cuba, sebuah organisasi yang melakukan penelitian tentang sejarah gerakan rakyat di Amerika Latin. Ia juga adalah penulis sejumlah buku dan artikel tentang gerakan kiri di Amerika Latin, termasuk "Understanding the Venezuelan Revolution: Hugo Chavez Talks to Marta Harnecker," yang diterbitkan oleh Monthly Review Press.


Artikel ini diterjemahkan dari tulisan Marta Harnecker dengan judul asli, "The Venezuelan Military: The Making of an Anomaly," oleh Coen Husain Pontoh. Sebelumnya dimuat dalam jurnal Monthly Review, September 2003 dalam http://www.venezuelanalysis.com/articles.php?artno=1040


No comments: